Sunday, March 30, 2014

Pahlawan Devisa

Apa itu pahlawan devisa? Siapa itu pahlawan devisa? Kapan pahlawan devisa lahir? Bagaimana awal mula terbentuknya pahlawan? Semua pertanyaan itu muncul sejak saya duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Berita yang selalu ditayangkan setiap hari itu, setiap kali, pasti menyebut kata tersebut. Apa sebenarnya pahlawan devisa itu? Menurut berita yang setiap hari saya lihat bisa sedikit saya simpulkan bahwa pahlawan devisa merupakan sekelompok masyarakat indonesia yang mengadu nasib di negara orang dengan berbekal pengetahuan yang minim dan seadanya untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Ya, mungkin seperti itulah. Tapi, apakah definisi saya sudah benar? Saya pun tidak tahu. Beberapa orang mungkin berbeda pendapat dengan saya. Tapi, yang dapat simpulkan seperti yang demikian itulah.

Disetiap berita yang saya lihat, mereka disebut pahlawan devisa karena mendatangkan keuntungan yang bisa dibilang cukup bahkan lebih untuk negara kita tercinta ini. Bagaimana tidak mendatangakan keuntungan jika setiap tahunnya banyak masyarakat yang diterbangkan menuju ke berbagai negara untuk mencari peruntungan di negeri orang. Dari mulai yang legal/resmi, sampai kepada yang ilegal pun mereka ada. Dan jumlahnya pun bukan hanya hitungan jari, dan terus bertambah setiap tahunnya.

Tapi, beberapa tahun belakangan ini, para pahlawan devisa kita banyak sekali mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari para pengimpor mereka. Banyak dari mereka yang disiksa, sampai dijatuhi hukuman di negera tersebut. Kasus yang masih hangat adalah Sutinah asal Ungaran, Jawa Tengah ini sampai diijatuhi hukum mati oleh pemerintah Arab Saudi karena membunuh dan mencuri harta majikannya. Sebelumnya juga ia pernah menjalani hukuman, namun kali ini ia sampai harus dihukum mati. Saat ini, pihak keluarga dan pemerintah tengah kebakaran jenggot untuk membayar diyat jika Satinah tidak ingin dihukum mati. Diyat tersebut berjumlah 21 milyar rupiah. Pemerintah hanya baru mendapatkan 12 milyar untuk membayar diyat tersebut, sementara pihak keluarga kebakaran jenggot untuk mencari sisanya. Banyak para simpatisan membantu pihak keluarga dengan mengeluarkan seruan “Peduli Satinah”. Tidak hanya dari masyarakat umum, menjelang pemilihan akbar di negara ini, banyak parpol-parpol dan para politisinya yang ikut menyumbang. Entah ada motif atau tidak dibelakang itu saya tidak ingin bicarakan lebih jauh. Tapi sekali lagi, jika berkaca pada kasus tersebut, masih banyak para Satinah-Satinah lain yang nasibnya pun juga berada di ujung tanduk. Kita tidak tahu pasti jumlah sebenarnya dari yang mereka sebut pahlawan devisa tersebut, tapi karena saat ini kasus Satinahlah yang paling meruak di banyak media massa Indonesia.

Karena kasus ini juga, masalah korupsi pun menjadi muncul kembali, selalu dibanding-bandingkan dengan masalah pekerja di luar sana. Mereka yang korupsi menikmati hidup dengan uang laknat tersebut, sementara yang lain sampai mengadu nasib ke negeri orang. Sebenarnya salah siapa ini? Kita pun tidak bisa menyalahkan kepada pemerintah semuanya sebenarnya, karena peran masyarakatpun turut membantu jika kita bekerja sama. Bhineka Tunggal Ika di negara ini semakin lama semakin memudar. Malah mungkin hanya tinggal serpihan titik-tikik yang tidak berbentuk. Indonesia memiliki banyak pulau, suku, dan bangsa. Disetiap pulau, apa mungkin tidak ada orangnya? Disetiap pulau pastilah memiliki orang-orang yang berkompeten, pintar, cerdas, dan terampil. Kita punya sumber daya alam yang melimpah. Punya lahan, hutan, pegunungan, bukit, dan masih banyak lagi kekayaan alamnya. Sumber daya manusianya pun melimpah. Tapi apa ini? Mengadu nasib ke negeri orang lain? Itu adalah solusi terburuk yang pernah saya dapatkan. Bagaimana bisa dengan sumber daya alam dan manusianya yang melimpah tidak bisa mengimbanginya? Pendidikan sudah diterapkan, baik dari umum sampai kepada pelatihan sudah diajarkan. Tapi hasilnya? Nihil kalau saya boleh bilang.

Kita banyak memiliki orang terampil dan berpendidikan. Buat lapangan kerja sendiri, berilah sedikit ilmu yang bermanfaat untuk mereka agar mereka lebih ingin tahu lagi dan berkembang. Manfaatkan sumber daya yang kita punya seperti laut, lahan persawahan atau perkebunan, dan masih banyak yang lainnya. Bukannya membangun gedung pencakar langit, taman hiburan, atau perumahan dengan memangkas sumber daya alam kita.

Benar yang para pemuka agama katakan bahwa kiamat semakin dekat. Perusakan alam secara besar-besaran membuat ekosistem menjadi tidak seimbang. Pahlawan devisa? Sejak awal saya tidak setuju dengan julukan tersebut. Disiksa, dihina, diperlakukan secara tidak manusiawi, bahkan sampai dihukum mati. Mereka juga bagian dari negara kita ini, negara Indonesia, negara yang memiliki segudang sumber daya yang tak terhitung jumlah dan nilainya. Nilai Pancasila mana yang dapat dikategorikan bagi mereka yang mengadu nasib di negeri orang? Pahlawan devisa? Perbaiki dulu standar pekerja di Indonesia. Boleh mengirim mereka ke luar negeri, tapi harus dengan izin yang jelas dan resmi, bukan hanya asal kirim saja. Memangnya kita ini surat? Surat pun bisa dikirim jika ada alamat yang jelas dan disahkan dengan sebuah perangko.

Berkaca kembali pada kasus Satinah. Para pekerja diluar sana juga meminta hak mereka sama seperti pada Satinah. Sekarang, jika mereka bukan pekerja resmi, bagaimana pemerintah akan menolong mereka? Kita ini satu tanah iar, satu rumpun, jika ada tersakiti pasti kita juga ikut merasakan. Tapi, ini semua juga salah satu perbuatan tangan jahil, yang bisa saya bilang mereka adalah monster yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Kita tidak tahu berapa banyak para masyarakat kita yang telah ditipu rayuan manisnya untuk mendapatkan manisnya hidup. Mereka yang tidak bertanggung jawab itulah sebenarnya yang harus dibasmi. Jika ingin disediakan lembaga perkerja yang dilebeli tanda pemerintah, pemerintahpun pasti akan melakukannya walaupun dengan segudang tugas negara menanti mereka.

Saya percaya para petinggi di negara kita ini sebenarnya sangat mementingkan rakyatnya, walaupun mungkin ada beberapa yang memang hanya haus akan kekuasaan. Tapi, masalah yang mereka utamakan adalah pembangunan negara kita ini. Jika saya bisa berbicara langsung dengan presiden saya akan datang dan berbicara langsung dengan beliau. Komunikasi dengan para petinggi kita inilah yang membuat saya masih bingung sampai sekarang. Bagaimana kita bisa menyampaikan sesuatu yang penting kepada mereka? Jika mereka membuat kotak suara seperti  yang dilakukan OSIS disekolah saya maka akan saya tulis disana. Tapi disini? Inilah yang membuat saya masih berpikir. Untuk mendapatkan izin berkunjung ke istana presiden pun membutuhkan waktu berbulan-bulan, bagaimana saya dapat berbicara langsung dengan presiden? Jika didekati dikira teroris, jika ditelpon dikira teroris juga.


Disini saya hanya berpendapat. Jika ada yang tersinggung dengan tulisan saya mohon maaf. Saya hanya ingin menyampaikan sesuatu untuk para generasi muda. Rajinlah belajar. Pintar itu perlu dan terampil itu juga perlu. Jika hanya terampil bagaimana kita mengehatui konsep yang sesungguhnya, dan jika hanya pintar kapan kalian akan merapkannya agar kalian bisa maju? Pintar dan terampil adalah satu kesatuan, jika hanya berat sebelah kita akan tertinggal jauh dengan dengan negara maju lainnya. Kapan kita bisa menyusul mereka jika hanya mengandalkan pintar? Oleh karena itu keduanya harus seimbang. Untuk para generasi muda, mari kita buat bangsa kita lebih maju lagi. Ciptakan lapangan pekerjaan, ajari dan bimbing mereka perlahan, agar nanti dapat terus berkembang. HIDUP GENERASI MUDA INDONESIA !

No comments:

Post a Comment