Apa itu pahlawan devisa? Siapa itu pahlawan devisa? Kapan
pahlawan devisa lahir? Bagaimana awal mula terbentuknya pahlawan? Semua pertanyaan
itu muncul sejak saya duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Berita yang selalu
ditayangkan setiap hari itu, setiap kali, pasti menyebut kata tersebut. Apa
sebenarnya pahlawan devisa itu? Menurut berita yang setiap hari saya lihat bisa
sedikit saya simpulkan bahwa pahlawan devisa merupakan sekelompok masyarakat indonesia
yang mengadu nasib di negara orang dengan berbekal pengetahuan yang minim dan
seadanya untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Ya, mungkin seperti itulah.
Tapi, apakah definisi saya sudah benar? Saya pun tidak tahu. Beberapa orang
mungkin berbeda pendapat dengan saya. Tapi, yang dapat simpulkan seperti yang
demikian itulah.
Disetiap berita yang saya lihat, mereka disebut pahlawan
devisa karena mendatangkan keuntungan yang bisa dibilang cukup bahkan lebih
untuk negara kita tercinta ini. Bagaimana tidak mendatangakan keuntungan jika
setiap tahunnya banyak masyarakat yang diterbangkan menuju ke berbagai negara
untuk mencari peruntungan di negeri orang. Dari mulai yang legal/resmi, sampai
kepada yang ilegal pun mereka ada. Dan jumlahnya pun bukan hanya hitungan jari,
dan terus bertambah setiap tahunnya.
Tapi, beberapa tahun belakangan ini, para pahlawan devisa
kita banyak sekali mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari para pengimpor
mereka. Banyak dari mereka yang disiksa, sampai dijatuhi hukuman di negera
tersebut. Kasus yang masih hangat adalah Sutinah asal Ungaran, Jawa Tengah ini sampai
diijatuhi hukum mati oleh pemerintah Arab Saudi karena membunuh dan mencuri
harta majikannya. Sebelumnya juga ia pernah menjalani hukuman, namun kali ini
ia sampai harus dihukum mati. Saat ini, pihak keluarga dan pemerintah tengah
kebakaran jenggot untuk membayar diyat jika Satinah tidak ingin dihukum mati.
Diyat tersebut berjumlah 21 milyar rupiah. Pemerintah hanya baru mendapatkan 12
milyar untuk membayar diyat tersebut, sementara pihak keluarga kebakaran
jenggot untuk mencari sisanya. Banyak para simpatisan membantu pihak keluarga
dengan mengeluarkan seruan “Peduli Satinah”. Tidak hanya dari masyarakat umum,
menjelang pemilihan akbar di negara ini, banyak parpol-parpol dan para
politisinya yang ikut menyumbang. Entah ada motif atau tidak dibelakang itu
saya tidak ingin bicarakan lebih jauh. Tapi sekali lagi, jika berkaca pada
kasus tersebut, masih banyak para Satinah-Satinah lain yang nasibnya pun juga
berada di ujung tanduk. Kita tidak tahu pasti jumlah sebenarnya dari yang
mereka sebut pahlawan devisa tersebut, tapi karena saat ini kasus Satinahlah
yang paling meruak di banyak media massa Indonesia.
Karena kasus ini juga, masalah korupsi pun menjadi muncul
kembali, selalu dibanding-bandingkan dengan masalah pekerja di luar sana.
Mereka yang korupsi menikmati hidup dengan uang laknat tersebut, sementara yang
lain sampai mengadu nasib ke negeri orang. Sebenarnya salah siapa ini? Kita pun
tidak bisa menyalahkan kepada pemerintah semuanya sebenarnya, karena peran
masyarakatpun turut membantu jika kita bekerja sama. Bhineka Tunggal Ika di
negara ini semakin lama semakin memudar. Malah mungkin hanya tinggal serpihan
titik-tikik yang tidak berbentuk. Indonesia memiliki banyak pulau, suku, dan
bangsa. Disetiap pulau, apa mungkin tidak ada orangnya? Disetiap pulau pastilah
memiliki orang-orang yang berkompeten, pintar, cerdas, dan terampil. Kita punya
sumber daya alam yang melimpah. Punya lahan, hutan, pegunungan, bukit, dan masih
banyak lagi kekayaan alamnya. Sumber daya manusianya pun melimpah. Tapi apa
ini? Mengadu nasib ke negeri orang lain? Itu adalah solusi terburuk yang pernah
saya dapatkan. Bagaimana bisa dengan sumber daya alam dan manusianya yang
melimpah tidak bisa mengimbanginya? Pendidikan sudah diterapkan, baik dari umum
sampai kepada pelatihan sudah diajarkan. Tapi hasilnya? Nihil kalau saya boleh
bilang.
Kita banyak memiliki orang terampil dan berpendidikan. Buat
lapangan kerja sendiri, berilah sedikit ilmu yang bermanfaat untuk mereka agar
mereka lebih ingin tahu lagi dan berkembang. Manfaatkan sumber daya yang kita
punya seperti laut, lahan persawahan atau perkebunan, dan masih banyak yang
lainnya. Bukannya membangun gedung pencakar langit, taman hiburan, atau perumahan
dengan memangkas sumber daya alam kita.
Benar yang para pemuka agama katakan bahwa kiamat semakin
dekat. Perusakan alam secara besar-besaran membuat ekosistem menjadi tidak
seimbang. Pahlawan devisa? Sejak awal saya tidak setuju dengan julukan tersebut.
Disiksa, dihina, diperlakukan secara tidak manusiawi, bahkan sampai dihukum
mati. Mereka juga bagian dari negara kita ini, negara Indonesia, negara yang
memiliki segudang sumber daya yang tak terhitung jumlah dan nilainya. Nilai
Pancasila mana yang dapat dikategorikan bagi mereka yang mengadu nasib di
negeri orang? Pahlawan devisa? Perbaiki dulu standar pekerja di Indonesia.
Boleh mengirim mereka ke luar negeri, tapi harus dengan izin yang jelas dan
resmi, bukan hanya asal kirim saja. Memangnya kita ini surat? Surat pun bisa
dikirim jika ada alamat yang jelas dan disahkan dengan sebuah perangko.
Berkaca kembali pada kasus Satinah. Para pekerja diluar sana
juga meminta hak mereka sama seperti pada Satinah. Sekarang, jika mereka bukan
pekerja resmi, bagaimana pemerintah akan menolong mereka? Kita ini satu tanah
iar, satu rumpun, jika ada tersakiti pasti kita juga ikut merasakan. Tapi, ini
semua juga salah satu perbuatan tangan jahil, yang bisa saya bilang mereka
adalah monster yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Kita tidak tahu berapa
banyak para masyarakat kita yang telah ditipu rayuan manisnya untuk mendapatkan
manisnya hidup. Mereka yang tidak bertanggung jawab itulah sebenarnya yang
harus dibasmi. Jika ingin disediakan lembaga perkerja yang dilebeli tanda
pemerintah, pemerintahpun pasti akan melakukannya walaupun dengan segudang
tugas negara menanti mereka.
Saya percaya para petinggi di negara kita ini sebenarnya
sangat mementingkan rakyatnya, walaupun mungkin ada beberapa yang memang hanya
haus akan kekuasaan. Tapi, masalah yang mereka utamakan adalah pembangunan
negara kita ini. Jika saya bisa berbicara langsung dengan presiden saya akan
datang dan berbicara langsung dengan beliau. Komunikasi dengan para petinggi
kita inilah yang membuat saya masih bingung sampai sekarang. Bagaimana kita
bisa menyampaikan sesuatu yang penting kepada mereka? Jika mereka membuat kotak
suara seperti yang dilakukan OSIS
disekolah saya maka akan saya tulis disana. Tapi disini? Inilah yang membuat
saya masih berpikir. Untuk mendapatkan izin berkunjung ke istana presiden pun
membutuhkan waktu berbulan-bulan, bagaimana saya dapat berbicara langsung
dengan presiden? Jika didekati dikira teroris, jika ditelpon dikira teroris
juga.
Disini saya hanya berpendapat. Jika ada yang tersinggung
dengan tulisan saya mohon maaf. Saya hanya ingin menyampaikan sesuatu untuk
para generasi muda. Rajinlah belajar. Pintar itu perlu dan terampil itu juga
perlu. Jika hanya terampil bagaimana kita mengehatui konsep yang sesungguhnya,
dan jika hanya pintar kapan kalian akan merapkannya agar kalian bisa maju?
Pintar dan terampil adalah satu kesatuan, jika hanya berat sebelah kita akan
tertinggal jauh dengan dengan negara maju lainnya. Kapan kita bisa menyusul
mereka jika hanya mengandalkan pintar? Oleh karena itu keduanya harus seimbang.
Untuk para generasi muda, mari kita buat bangsa kita lebih maju lagi. Ciptakan
lapangan pekerjaan, ajari dan bimbing mereka perlahan, agar nanti dapat terus
berkembang. HIDUP GENERASI MUDA INDONESIA !
No comments:
Post a Comment