Tuesday, November 11, 2014

How does It Feel?

Bagaimana rasanya? Entahlah. Setelah memasuki kehidupan dan dihadapkan dengan dunia baru, kata lelah mulai terukir disetiap aliran darahku. Jika ia dapat berteriak, maka ia akan terus menyerukan kata tersebut setiap satu tetes aliran yang mengalir tiap detiknya. Penat mulai terpatri jelas di ragaku ini. Setiap kali ia mencoba membuat ukiran baru di bagian tubuhku yang lain, aku mencoba bertahan untuk menahan rasa perih pahatannya itu.

Bagaimana rasanya? Berulang kali mencoba untuk melawan berbagai tornado dahsyat yang sering kali menyerang ragaku, tapi benteng pertahanan stimulusku selalu saja berhasil dirobohkannya dengan mudah. Hancur sudah benteng pertahananku diterpanya. Porak-poranda sudah seluruh sistem yang ada di dalam bentengku itu.

Bagaimana rasanya? Penat dan lelah ini sudah tak dapat dihindarkan lagi dariku. Kini, seluruh organ dalam tubuhku satu per satu mulai berteriak meminta pertolongan. Sakit telinga ini jika mereka semua secara serempak menyerukan suara mereka secara bersamaan. Bagai rudal yang akan ditembakkan, suaranya sangat memekikkan telinga. Ingin rasanya ku tutup telinga ini. Bahkan jika memungkinkan, ingin rasanya kuletakkan telinga ini agar tidak dapat mendengar teriakan seluruh organku yang sangat memilukan itu.

Robohnya benteng stimulusku, membuat raga ini semakin cacat. Terlebih lagi, dengan teriakan seluruh  organ dalam tubuhku yang makin menyiratkan bahwa mereka tidak dalam kondisi yang baik. Sistem saraf sudah ku kendalikan agar memerintahkan mereka untuk beristirahat, namun jiwa ini terus saja memerintah agar selalu dalam kondisi terjaga. Dilema antara batas dua dimensi ini membuatku menjadi semakin lemah.

Tidak dapatkah aku beristirahat? Bolehkan aku beristirahat sejenak saja? Tidak bisakah kau kurangi kegiatanmu terlebih dahulu? Mereka semua selalu berteriak seperti itu. Seperti para buruh yang setiap tahun selalu berdemo di depan istana negara setiap tahunnya, seluruh organ dan sistem organku menyerukan hal yang sama seperti mereka. Mereka ingin mendapatkan hak mereka untuk beristirahat. Tapi jiwa ini selalu terus mengontrol agar mereka tetap terjaga.

Dihadapkan dengan dunia yang baru memang tidak semudah menjentikkan jari tangan. Problematika yang dihadapi setiap hari terus saja berubah. Aktivitas yang dilalui tidak dapat diprediksikan. Semua selalu keluaran terbaru, seperti makanan yang barus saja keluar dari pemanggang, namun pemanggang tersebut banyak memiliki makanan didalamnya yang tidak kita ketahui.

Bukan tidak siap saat ini diriku menghadapi dunia baru ini, namun kurang siapnya diri ini untuk menghadapi dunia yang baru saja kumasuki. Setiap tindakan dan perbuatan yang kita ambil selalu memiliki resikonya sendiri. Dan ini adalah resiko dan tantangan besar buatku dalam menghadapi dunia baru ini.

Tidak siapnya diri ini merupakan sebuah tantangan untukku. Namun sampai saat ini, tantangan itu belum dapat kupecahkan jalan keluarnya. Permainan teka-teki selalu aku suka, namun untuk teka-teki kali ini, mungkin hanya waktu yang dapat membantuku untuk memecahkan dan mencari jalan keluarnya. Perbedaan antara dunia sebelum saat ini dan sekarang, terlalu sulit untuk kujangkau. Untuk itu, rintangan yang lebih besar mungkin akan datang kembali padaku secara bertubi-tubi. Mencoba merobohkan bentengku yang lain, mencoba membuatku untuk goyah, lalu tumbang dan tidak dapat tumbuh kembali, atau aku dapat tumbuh kembali seperti biji yang baru akan berkembang untuk menunjukkan daun pertama hasil jerih payahnya kepada semua orang, untuk memberitahu bahwa aku sudah BERHASIL menyelesaikan teka-tekinya.

No comments:

Post a Comment