Bagaimana
rasanya? Entahlah. Setelah memasuki kehidupan dan dihadapkan dengan dunia baru,
kata lelah mulai terukir disetiap aliran darahku. Jika ia dapat berteriak, maka
ia akan terus menyerukan kata tersebut setiap satu tetes aliran yang mengalir
tiap detiknya. Penat mulai terpatri jelas di ragaku ini. Setiap kali ia mencoba
membuat ukiran baru di bagian tubuhku yang lain, aku mencoba bertahan untuk
menahan rasa perih pahatannya itu.
Bagaimana
rasanya? Berulang kali mencoba untuk melawan berbagai tornado dahsyat yang
sering kali menyerang ragaku, tapi benteng pertahanan stimulusku selalu saja
berhasil dirobohkannya dengan mudah. Hancur sudah benteng pertahananku diterpanya.
Porak-poranda sudah seluruh sistem yang ada di dalam bentengku itu.
Bagaimana
rasanya? Penat dan lelah ini sudah tak dapat dihindarkan lagi dariku. Kini,
seluruh organ dalam tubuhku satu per satu mulai berteriak meminta pertolongan.
Sakit telinga ini jika mereka semua secara serempak menyerukan suara mereka
secara bersamaan. Bagai rudal yang akan ditembakkan, suaranya sangat
memekikkan telinga. Ingin rasanya ku tutup telinga ini. Bahkan jika memungkinkan,
ingin rasanya kuletakkan telinga ini agar tidak dapat mendengar teriakan
seluruh organku yang sangat memilukan itu.
Robohnya
benteng stimulusku, membuat raga ini semakin cacat. Terlebih lagi, dengan
teriakan seluruh organ dalam tubuhku
yang makin menyiratkan bahwa mereka tidak dalam kondisi yang baik. Sistem saraf
sudah ku kendalikan agar memerintahkan mereka untuk beristirahat, namun jiwa
ini terus saja memerintah agar selalu dalam kondisi terjaga. Dilema antara
batas dua dimensi ini membuatku menjadi semakin lemah.
Tidak
dapatkah aku beristirahat? Bolehkan aku beristirahat sejenak saja? Tidak
bisakah kau kurangi kegiatanmu terlebih dahulu? Mereka semua selalu berteriak
seperti itu. Seperti para buruh yang setiap tahun selalu berdemo di depan istana
negara setiap tahunnya, seluruh organ dan sistem organku menyerukan hal yang
sama seperti mereka. Mereka ingin mendapatkan hak mereka untuk beristirahat.
Tapi jiwa ini selalu terus mengontrol agar mereka tetap terjaga.
Dihadapkan
dengan dunia yang baru memang tidak semudah menjentikkan jari tangan.
Problematika yang dihadapi setiap hari terus saja berubah. Aktivitas yang
dilalui tidak dapat diprediksikan. Semua selalu keluaran terbaru, seperti makanan
yang barus saja keluar dari pemanggang, namun pemanggang tersebut banyak
memiliki makanan didalamnya yang tidak kita ketahui.
Bukan tidak
siap saat ini diriku menghadapi dunia baru ini, namun kurang siapnya diri ini
untuk menghadapi dunia yang baru saja kumasuki. Setiap tindakan dan perbuatan
yang kita ambil selalu memiliki resikonya sendiri. Dan ini adalah resiko dan
tantangan besar buatku dalam menghadapi dunia baru ini.
Tidak siapnya
diri ini merupakan sebuah tantangan untukku. Namun sampai saat ini, tantangan
itu belum dapat kupecahkan jalan keluarnya. Permainan teka-teki selalu aku
suka, namun untuk teka-teki kali ini, mungkin hanya waktu yang dapat membantuku
untuk memecahkan dan mencari jalan keluarnya. Perbedaan antara dunia sebelum
saat ini dan sekarang, terlalu sulit untuk kujangkau. Untuk itu, rintangan yang
lebih besar mungkin akan datang kembali padaku secara bertubi-tubi. Mencoba
merobohkan bentengku yang lain, mencoba membuatku untuk goyah, lalu tumbang dan
tidak dapat tumbuh kembali, atau aku dapat tumbuh kembali seperti biji yang
baru akan berkembang untuk menunjukkan daun pertama hasil jerih payahnya kepada
semua orang, untuk memberitahu bahwa aku sudah BERHASIL menyelesaikan
teka-tekinya.
No comments:
Post a Comment